Manesar, India (ANTARA News) - Perubahan iklim yang kian mengancam kehidupan di planet Bumi membutuhkan langkah kongkret pembangunan ekonomi rendah karbon, yakni sistem ekonomi yang menghasilkan seminim mungkin gas karbon dioksida (CO2), gas penyebab utama pemanasan global.
"Perubahan iklim terkait erat dengan pembangunan sektor ekonomi, tapi hingga kini tidak ada satu negara pun yang mengembangkan ekonomi rendah karbon," kata Sunita Narain, Direktur Pusat Sains dan Lingkungan Hidup India, dalam lokakarya jurnalis Asia tentang perubahan iklim dan pembangunan manusia, di India, Selasa.
Menurut Sunita, gagalnya upaya penurunan emisi karbon dalam kerangka Protokol Kyoto membuktikan bahwa seharusnya tiap negara mengupayakan jenis sistem ekonomi yang rendah emisi karbon, yang efektif dan tidak boros konsumsi energi.
"Inti masalah perubahan iklim terletak di besarnya konsumsi energi di negara-negara maju," katanya.
Besaran konsumsi energi kemudian mendesak pasokan energi dari sumber lain, salah satunya bahan bakar nabati (biofuel).
"Tapi lantas biofuel memunculkan masalah baru, harga makanan naik karena alokasi lahan beralih ke tanaman-tanaman untuk biofuel," katanya.
Bahkan bila semua tanah di Amerika ditanami tanaman biofuel, etanol yang dihasilkan hanya akan bisa menggantikan 12 persen total konsumsi minyak negeri itu.
"Kita harus mengurangi konsumsi, itu saja jawaban untuk perubahan iklim," tegas Sunita.
Konsumsi besar-besaran negara maju terus menjadi kritik pedas ketidakadilan penanganan perubahan iklim.
Di Amerika Serikat, angka kepemilikan mobil adalah satu mobil untuk tiap 2,2 orang. Angka tersebut tentu sangat besar dibandingkan dengan India yang tiap satu mobilnya rata-rata dimiliki oleh 145,9 orang.
Dari angka itu, bisa diperkirakan berata besar ketimpangan konsumsi energi antara negara maju dan negara kaya, sehingga tak heran bila emisi per kapita negara kaya seperti Amerika Serikat dan Australia mencapai 20,14 dan 20,24 jauh melampaui rata-rata dunia yang hanya 4,37 ton karbon per tahun.
Sementara itu negara-negara berkembang dan miskin seperti Kenya, Bangladesh, dan Nepal emisi karbonnya bahkan tidak sampai 1 ton per tahun.(*)
www.antara.co.id
"Perubahan iklim terkait erat dengan pembangunan sektor ekonomi, tapi hingga kini tidak ada satu negara pun yang mengembangkan ekonomi rendah karbon," kata Sunita Narain, Direktur Pusat Sains dan Lingkungan Hidup India, dalam lokakarya jurnalis Asia tentang perubahan iklim dan pembangunan manusia, di India, Selasa.
Menurut Sunita, gagalnya upaya penurunan emisi karbon dalam kerangka Protokol Kyoto membuktikan bahwa seharusnya tiap negara mengupayakan jenis sistem ekonomi yang rendah emisi karbon, yang efektif dan tidak boros konsumsi energi.
"Inti masalah perubahan iklim terletak di besarnya konsumsi energi di negara-negara maju," katanya.
Besaran konsumsi energi kemudian mendesak pasokan energi dari sumber lain, salah satunya bahan bakar nabati (biofuel).
"Tapi lantas biofuel memunculkan masalah baru, harga makanan naik karena alokasi lahan beralih ke tanaman-tanaman untuk biofuel," katanya.
Bahkan bila semua tanah di Amerika ditanami tanaman biofuel, etanol yang dihasilkan hanya akan bisa menggantikan 12 persen total konsumsi minyak negeri itu.
"Kita harus mengurangi konsumsi, itu saja jawaban untuk perubahan iklim," tegas Sunita.
Konsumsi besar-besaran negara maju terus menjadi kritik pedas ketidakadilan penanganan perubahan iklim.
Di Amerika Serikat, angka kepemilikan mobil adalah satu mobil untuk tiap 2,2 orang. Angka tersebut tentu sangat besar dibandingkan dengan India yang tiap satu mobilnya rata-rata dimiliki oleh 145,9 orang.
Dari angka itu, bisa diperkirakan berata besar ketimpangan konsumsi energi antara negara maju dan negara kaya, sehingga tak heran bila emisi per kapita negara kaya seperti Amerika Serikat dan Australia mencapai 20,14 dan 20,24 jauh melampaui rata-rata dunia yang hanya 4,37 ton karbon per tahun.
Sementara itu negara-negara berkembang dan miskin seperti Kenya, Bangladesh, dan Nepal emisi karbonnya bahkan tidak sampai 1 ton per tahun.(*)
www.antara.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam Lestari......
komenlah yang sopan karena kami akan menghormati Tamu yang datang...