PERBURUAN MERBABU

Langkah kecil mengiringi kami menuju sebuah bak truk warna hijau bekas mengangkut pasir. Sisa pasir masih tertinggal di dalam bak yang terbuat dari kayu tersebut sehingga terlihat beberapa teman mencari alas untuk duduk. Beberapa teman lain sibuk mencari posisi dan pegangan. Nampak sebuah rantai besi melintang di tengah-tengah bak, mungkin untuk menahan dinding bak truk tersebut agar tidak miring ketika muatan penuh. “Sudah siap semua?” terdengar suara dari ruang sopir. Ternyata sopir truk tersebut memberi aba-aba kepada kami, dengan sedikit mengeluarkan kepalanya ke jendela menengok ke arah kami. “siap pak!”, salah seorang teman kami menjawab, dan kami pun berangkat. Hari itu.12 orang termasuk sayaberangkat dari kampus UNS menuju puncak merbabu.

Kami melakukan ekspedisi perjalanan sehubungan dengan rentetan rute pendakian gunung,dan kali ini pendakian Gunung Merbabu. Kegiatan petualangan ini memakan waktu dua hari satu malam (24-25 Juli 2010) menembus hutan dan sabana di kaki gunung merbabu.
Setelah beberapa jam perjalanan kami sampai di kaki gunung tidak jauh dari base camp pendakian. Beberapa teman langsung turun untuk beristirahat karena perjalanan kami yang kurang nyaman. Selain memang menggunakan truk pasir, sang supir yang kami pun tidak tahu namanya agak ngebut selama perjalanan. Kami melepas lelah dengan berisatirahat di dalam sebuah rumah penduduk yang dijadikan base camp dan teman-teman yang lain langsung mencari kamar mandi karena ternyata selama perjalanan mereka menahan rasa ingin buang air. Akhirnya kami beristirahat sambil menunggu waktu pendakian yaitu selepas isya.
Pendakian ini adalah yang pertama kali bagi saya, tak tahu kenapa saya bisa ikut dalam pendakian ini. Tapi sudah terlanjur sampai di lokasi, tidak bisa mundur lagi, tidak ada transportasi yang bisa mengantar saya pulang kecuali truk pasir yang menjemput kami besok sore. Sampai maghrib kami berada di mushola dekat lokasi base camp sambil merencanakan jalur pendakian dan perlengkapan apa saja yang masih kurang.
Selepas maghrib, kami melakukan checking akhir sebelum mulai pendakian sebentar lagi. Barang-barang bawaan saya keluarkan satu persatu, ada logistik, sarung tangan, kaos lengan panjang,sarung, dan sebuah senter. Saya cek satu persatu, setelah itu saya masukkan lagi kedalam carrier.
Udara malam kian dingin saja, hampir-hampir saya tidak berani mengambil air wudlu untuk sholat isaya. Keadaan sekitar yang sudah gelap, nampak hanya beberapa lampu di depan rumah penduduk yang menerangi jalan. Setelah sholat, kami berdoa bersama agar perjalanan kami nanti diberi kelancaran. Seorang teman langsung berdiri memimpin perajalanan kami, namanya Badak (panggilan akrab dia). Dia adalah temen saya dari jakarta, meskipun badannya sedikit gemuk tapi sudah berpengalaman mendaki beberapa gunung termasuk Gunung Merbabu ini.
Perjalanan pendakian kami mulai pada pukul 20.00 WIB. Jalan setapak dengan pohon-pohon besar dan tua mengiring perjalanan kita. Ditangan kami hanya ada headlamp yang menerangi jalan. Hampir-hampir kami tak dapat melihat sekeliling karena kondisi yang gelap, tapi sinar bulan separo sedikit membantu pandangan kami. Jalan yang kami lalui masih berupa jalan setapak dan parit-parit alami karena aliran air, sesekali terlihat papan petunjuk yang dibuat seadanya oleh pendaki terdahulu. Sampai pada sebuah percabangan jalan, Mas Agus sang penunjuk jalan kami terlihat agak ragu dan bertanya-tanya sendiri untuk memilih jalur yang benar. Dia memutuskan mengambil jalur kiri, semakin lama kami-pun ragu karena jalan yang kami lalui semakin kecil dipenuhi semak. Ternyata jalan yang kami tempuh beberapa meter dari persimpangan tadi bukanlah jalur sebenarnya, akhirnya kami kembali ke persimpangan dan mengambil jalur kanan.
“Datar…!!!” teriak salah satu teman kami untuk mengisyaratkan istirahat sejenak. Hal ini dilakukan karena kepercayaan teman-teman yang tidak boleh berkata lelah, capek dan lainnya agar dapat sampai di puncak. Memang kami sering beristirahat karena jalur pendakian yang tidak terlalu bagus selain itu juga untuk mengkoordinir teman-teman yang tertinggal. Seteguk air yang kami bawa sedikit mengurangi dahaga, dan setelah beberapa menit kami melanjutkan perjalanan. Karena ini adalah expedisi pertama saya dalam pendakian, sepanjang jalan saya bertanya sendiri apa enaknya mendaki gunung.
Perjalanan berlanjut, waktu sudah mendekati subuh tapi puncak yang kami nantikan belum nampak juga. Kami sudah sampai di sabana, pepohonan besar dan tua sudah jarang terlihat. Sejauh mata memandang hanya ada perbukitan yang dipenuhi rumput-rumputan. Kami beristirahat agak lama di sabana, sampai-sampai hampir semua teman-teman tertidur karena lelah yang menghinggapi. Kami pun melanjutkan perjalanan yang saya belum tahu kapan akan sampai di puncak. Kami terbagi manjadi tiga kelompok karena sebagian teman-teman melanjutkan perjalanan setelah subuh dan sebagian lagi memilih menunggu di sabana. Jalan yang kami lalui semakin terjal, kadang saya harus menggapai rumpun rumput diatas saya untuk bisa naik. Interval istarahat kami semakin sering, baru lima langkah naik kaki kami sudah letih. Bukit yang tadi terlihat tinggi, sekarang sudah lebih rendah dari posisi kami sekarang.
Akhirnya kami bertujuh sampai di puncak gunung merbabu. Disini hanya terlihat tanah datar yang tidak terlalu luas, sebuah monumen setinggi setengah meter menandakan puncak Merbabu dan sebuah jas hujan warna cokelat tersampir menyerupai tenda. Sinar merah matahari menyingsing dari timur, dibawah kami samar-samar awan kabut mengelilingi puncak gunung, angin berhembus kencang membuat saya semakin merapatkan pakaian. Sholat shubuh kami lakukan sebagai bentuk syukur akan karunia Allah SWT yang sangat besar kepada hambanya. Beberapa menit kemudian kelompok kedua berhasil mencapai puncak dan bergabung dengan kami.
Matahari semakin naik memancarkan sinarnya, kondisi sekitar yang tadinya gelap sekarang sudah terlihat. Awan kabut dibawah kami bagai lapangan putih yang terhampar luas, puncak gunung lain terlihat kecil dan angin yang kami rasakan tak sedingin tadi tapi masih kencang menerpa wajah kami. Setelah pukul 7.00 WIB, kami turun gunung. Di sabana kami bergabung dengan kelompok ketiga yang tidak meneruskan perjalanan sampai ke puncak. Ternyata jalan turun tidak semudah saat pendakian. Meskipun turun dan kondisi jalan yang terang, tapi saya harus menahan berat tubuh dan tas saya. Setelah berjam-jam perjalanan turun, kami sampai di base camp. Kami beristirahat sambil menunggu truk pasir jemputan kami. Meskipun berat medan yang kami lalui, tapi itu semua terbayar dengan rasa pusa bisa menyaksikan indahnya ciptaan-Nya sepanjang perjalanan menuju puncak Merbabu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Lestari......

komenlah yang sopan karena kami akan menghormati Tamu yang datang...